Pemilihan Umum Calon
Presiden dan Calon Wakil Presiden akan dilaksanakan tahun depan. Tapi sudahkah
anda tahu atau mengenal siapa saja yang akan maju sebagai calon kandidat
pilpres 2014? Beberapa nama seperti Aburizal Bakrie, Megawati Soekarno Putri,
Prabowo Subianto, Wiranto dan tidak ketinggalan Gubernur DKI Jakarta yang mendapat
banyak dukungan dari masyarakat, Joko Widodo. Bahkan, penyanyi dangdut
legendaris Rhoma Irama sampai pengacara kontroversial Farhat Abbas, ikut meramaikan
hiruk-pikuk pilpres 2014. Mungkin salah satu di antara nama di atas adalah
pilihan anda.
Menurut hasil riset
terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, hanya bakal calon
presiden yang bisa diajukan pada Pemilu Presiden 2014, yaitu tiga dari partai
perolehan suara terbanyak.
Kemudian Gerindra
(6,6 %), PAN (5,2 %), PPP (4,6 %), PKB (4,6 %), PKS (4,4 %), Hanura (3,4 %),
Nasdem (2,0 %), PBB (0,6 %), PKPI (0,3 %) dan yang belum menentuan (19,4 %). Survei
LSI itu diadakan pada 12 September - 5 Oktober 2013, di 33 Provinsi dan
menggunakan 1.200 responden. Dengan metode multistage random sampling, estimasi
kesalahan penyamplingan sekitar 2,9 %. Survei itu juga menggunakan instrumen
kuesioner dengan wawancara tatap muka (face to face interview).
Jika hasil pemilu
seperti survei dan persyaratan capres adalah diajukan parpol dengan suara
nasional 25 persen dan perleh kursi DPR 20 persen, maka hanya Golkar, PDIP dan
Demokrat yang bisa mengajukan capres pada Pilpres 2014.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI)
menyebut bahwa Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto dan
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi adalah sekadar calon presiden
(capres) wacana. Politikus Gerindra Desmond J Mahesa setuju pimpinannya di Partai
Gerindra itu disebut sebagai capres wacana di Pilpres 2014.
Sedangkan Ketua Umum
Partai Golkar Aburizal Bakrie yakin partainya akan menjadi pemenang di
Pemilihan Umum 2014. Namun, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul
Malik Haramain meragukan hasil - hasil survei yang dipublikasikan belakangan
ini. Pasalnya, Malik melihat hasil survei itu lebih banyak menyesatkan dan tak
obyektif lagi.
Banyak yang menjadi corongnya kekuatan politik tertentu. Hasil survei cenderung tendensius dan menyesatkan serta tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Malik tak menyebutkan hasil survei yang dimaksud. Tapi secara garis besar, hasil-hasil survei yang sekarang ini ada semakin kontras dengan kenyataan di lapangan. Ia bahkan menuding survei dimanfaatkan untuk alat kampanye.
Banyak yang menjadi corongnya kekuatan politik tertentu. Hasil survei cenderung tendensius dan menyesatkan serta tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Malik tak menyebutkan hasil survei yang dimaksud. Tapi secara garis besar, hasil-hasil survei yang sekarang ini ada semakin kontras dengan kenyataan di lapangan. Ia bahkan menuding survei dimanfaatkan untuk alat kampanye.
Tren lebih banyak
membodohi masyarakat ketimbang memberi informasi yang sebenarnya. Oleh karena
itu, Malik menilai perlunya badan independen yang diberi kewenangan untuk
melakukan sertifikasi lembaga survei. Sertifikasi ini, sebut Malik, sangat
penting karena sering kali survei mempengaruhi opini publik. Lembaga Survei Indonesia
(LSI) mengingatkan partai politik untuk segera berbenah diri. Kalau tidak, kepercayaan
pemilih terhadap partai akan terus menurun. LSI juga menyebutkan angka golput
makin besar pada tahun 2014 nanti.
Sepertinya masyarakat
sudah semakin cerdas dan berpikir maju. Memilih pemimpin yang benar – benar membela
rakyat. Amanah bukan hanya mementingkan kekuasaan. Tapi bagaimana pun golput
(tidak memilih) bukan cara yang tepat. Apalagi dengan banyaknya kasus yang
belakangan ini terjadi. Korupsi, penyakit yang satu ini semakin merajalela di
berbagai partai. Solusinya hanya satu, bagaimana cara mengembalikan kepercayaan
masyarakat. Yaitu dengan membenahi diri dan partai masing-masing. Daya rusak korupsi sangat luas,
bukan hanya kerugian negara secara finansial. Kemampuan negara berkurang untuk
mesejahterakan rakyat miskin. Sementara kepemimpinan lemah di Republik adalah
mimpi buruk kehidupan bernegara. Kini banyak pemimpin berwajah penguasa,
politisi, birokrat, militer, agama, manajer, artis, atau orator. Rakyat merasa
masih ada yang kurang dengan itu, yakni wajah pemimpin publik.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar